Lukisan Paul Guiragossian Tertimbun Puing
Tim museum menemukan lukisan Guiragossian dalam kondisi mengenaskan, tertimbun puing, berdebu, dan sobek di beberapa bagian. Ledakan memecahkan bingkai kaca yang melindungi lukisan, sehingga serpihan kaca merusak permukaan kanvas. Namun, lukisan itu masih dapat diselamatkan karena para staf museum segera mengamankannya beberapa jam setelah kejadian.
Para Konservator Bergerak Cepat
Tim konservator dari Lebanon dan Prancis segera mengambil alih proses restorasi. Mereka memulai tahap awal dengan mendokumentasikan seluruh kerusakan menggunakan kamera resolusi tinggi. Setelah itu, mereka mengangkat debu dan serpihan kaca secara manual menggunakan kuas halus. Proses ini membutuhkan ketelitian tinggi agar mereka tidak memperparah kerusakan pada kanvas dan cat.
Teknologi Membantu Proses Restorasi
Para konservator memanfaatkan teknologi pencitraan inframerah dan sinar UV untuk mendeteksi lapisan-lapisan cat yang tersembunyi di bawah kerusakan. Mereka mencocokkan warna cat asli menggunakan alat spektrofotometer, lalu mencampur ulang warna yang identik agar tidak terlihat adanya bekas tambalan. Proses ini memakan waktu berbulan-bulan dan melibatkan diskusi lintas negara.
Tantangan Psikologis dalam Restorasi
Selain teknis, tantangan emosional juga membayangi proses restorasi. Banyak konservator yang mengaku merasa trauma karena peristiwa ledakan tersebut. Namun, mereka tetap melanjutkan pekerjaan dengan semangat tinggi demi menjaga warisan budaya Lebanon. Mereka menyadari bahwa menyelamatkan lukisan ini berarti menjaga kenangan kolektif bangsa yang sedang berduka.
Lukisan Kembali Ditampilkan ke Publik
Setelah proses restorasi selama hampir satu tahun, tim konservator berhasil mengembalikan lukisan Guiragossian ke kondisi mendekati aslinya. Museum Sursock kembali memajang lukisan tersebut sebagai simbol ketahanan budaya. Pengunjung yang datang kini dapat melihat hasil kerja keras para ahli yang menyelamatkan artefak penting ini dari kehancuran.
Warisan Seni Tak Pernah Mati
Restorasi lukisan ini membuktikan bahwa seni bisa selamat dari kehancuran fisik maupun trauma sosial. Para konservator tidak hanya memperbaiki lukisan, tetapi juga membangun kembali harapan. Kisah ini menjadi pengingat bahwa di balik reruntuhan, seni tetap hidup, dan manusia selalu bisa menciptakan kembali keindahan.