CERIRAWARNA.COM – Madinat Jumeirah kembali bersinar sebagai pusat seni dunia melalui penyelenggaraan Art Dubai 2025 — pameran seni internasional yang telah memasuki gelaran ke‑18, di bawah patronase Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum. Acara tahun ini menegaskan posisi Dubai bukan hanya sebagai kota pariwisata, tapi juga sebagai platform budaya global, dengan lebih dari 120 galeri dari lima benua hadir .

1. Fokus ke Global South dan Keragaman Geography

Bagian Contemporary menonjolkan suara-suara baru dari negara berkembang dan kawasan Global South. Lebih dari 70 galeri ikut serta, termasuk debut berbagai negara, dengan karya dari kawasan MENA, Afrika, dan Asia Selatan. Tujuannya membentuk wacana global yang inklusif .
Sebelumnya, segmen Bawwaba (yang berarti “gerbang” dalam bahasa Arab) memasuki edisi keenamnya, mengundang solo show dari 10 seniman yang mencerminkan isu-isu seperti ekologi, migrasi, dan kebersamaan antarbudaya.

2. Modern — Menyatukan Jarak Budaya

Bagian Modern, untuk pertama kalinya, membuka relasi antara seni pasca‑perang di kawasan West Asia–Afrika Utara dan Amerika Latin. Kurasi oleh Magalí Arriola dan Nada Shabout memperlihatkan afinitas budaya dan identitas kolektif, menembus batas-batas geografis yang selama ini memisahkan narasi seni.

3. Digital — “After the Technological Sublime”

Inovasi digital menjadi sorotan utama pada Art Dubai Digital, edisi keempatnya dengan tema After the Technological Sublime. Di situ, AI, VR, AR, dan robotika berperan sebagai medium eksplorasi ilmu dan kritik sosial.

  • Ouchhh Studio menampilkan data sculpture live yang menangkap perubahan iklim global melalui satelit dengan karya “MotherEarth” – instalasi data berwujud monolitik.
  • Breakfast (Andrew Zolty) membangun karya kinetik “Carbon Wake” yang menvisualkan konsumsi energi melalui panel stainless steel cermin yang bergerak secara real time.
  • Platform teknologi lainnya menampilkan AI “biawak” seperti Genesis Kai dari Korea dan karya bernafaskan blockchain oleh Krista Kim, Arai, Derinboğaz.

Hadir juga karya dari Mohammed Kazem — komisi baru berbasis digital ditampilkan oleh Julius Baer, menggambarkan pertemuan antarbudaya di lanskap global.

4. Program Kurasi & Percakapan Mendalam

Art Dubai bukan sekadar galeri; ia juga menjadi platform diskusi intelektual:

  • Global Art Forum 2025 mengusung tema “The New New Normal”, dibawah kurasi Shumon Basar & Y7. Forum ini mengeksplorasi teknologi, politik, estetika, dan ekonomi kreatif.
  • Summit digital (edisi kedua) membahas AI, post-humanisme, bias ekologis, dan masa depan museum dalam era digital .
  • Ada juga sesi Collector Talks, Modern Talks (Nada Shabout & Magalí Arriola), serta presentasi dari seniman dan kurator global membahas sejarah seni dan afinitas global.

5. Keterlibatan Publik & Generasi Muda

Art Dubai semakin inklusif dengan program untuk anak-anak:

  • A.R.M. Holding Children’s Programme memasuki edisi kelima, dengan kolaborasi internasional antara Peju Alatise (Nigeria) dan Alia Hussain Lootah (Emirati). Tema mereka mengeksplorasi ekosistem air dan lingkungan lokal di sekolah-sekolah Emirates.
  • Live performance oleh Héctor Zamora dan Mohammed Kazem menambah dimensi interaktif, dengan penggunaan bahan alami dan karya digital berbasis cahaya.

6. Perempuan sebagai Agen Perubahan

Tahun ini menandai peningkatan pengaruh perempuan dalam lanskap seni:

  • Art Dubai menambah dua eksekutif perempuan: Alexie Glass‑Kantor sebagai Executive Director Curatorial dan Dunja Gottweis sebagai Director.
  • Kepemimpinan perempuan juga terlihat pada banyak inisiatif di UAE seperti Art Jameel (Antonia Carver), Alserkal Avenue, Ishara Art Foundation, dan 8th Street Studios.
  • Seniman perempuan Emirati seperti Shaikha Al Mazrou menyuguhkan instalasi site‑specific “Deliberate Pauses” di Hatta, mengajak publik merenung dalam konteks alam.

7. Dampak Ekonomi & Penciptaan Jaringan

Art Dubai 2025 mencatat daya tarik tinggi:

  • Laporan menunjukkan bahwa banyak galeri melaporkan penjualan sebanyak lebih dari 80% karya mereka hanya dalam beberapa jam pertama.
  • Keterlibatan kolektor baru dari berbagai kawasan semakin menguatkan posisi Dubai sebagai hub seni global .
  • Kehadiran seniman seperti M.F. Husain (India) menegaskan nilai tinggi karya sejarah, setelah karyanya mencapai rekor > Rs 100 crore di lelang sebelumnya.

Simpulan: Tren Utama & Masa Depan

Art Dubai 2025 menunjukkan tren‑tren berarti:

  1. Dekolonialisasi narasi seni melalui spotlight pada Global South dan Modern cross-region.
  2. Teknologi sebagai medium ekspresi kritis, memperlihatkan ketertarikan pada AI, data, dan ekologi digital.
  3. Kesetaraan gender dan keberagaman kepemimpinan, menghadirkan figur perempuan di panggung kuratorial dan artistik.
  4. Publik entry point baru, lewat program anak, performance art, dan percakapan interaktif.
  5. Ekonomi seni solid, didasarkan pada penjualan cepat, jalinan distribusi internasional, dan partisipasi kolektor baru.

Art Dubai 2025 bukan hanya pameran seni—ia adalah wadah refleksi global atas kondisi sosial, wilayah, ekologi dan teknologi. Acara ini merangkum bagaimana seni dapat menjadi jembatan antarbudaya dan penanda arah peradaban visual. Dengan spirit pembaruan dan inklusivitas, Art Dubai memperkokoh diri sebagai panggung seni kontemporer global.